Sabtu, 30 September 2017

FEAR PART1

Title: FEAR
By: Raihan Irham R.

PART 1


The moon is right there high in the sky. Two men walking down the street, talking to each other. It was one of them, Bonnie, who is a little bit paranoid, talking about what he feels that night.

Bonnie: Mark, I'm scared.
Mark: The fuck? Your paranoia hits you again?
Bonnie: It feels like someone is watching me. [Looking the back] Following us.
Mark: Shut up. There's no one or nothing that's following us.
Bonnie: But the feel is real!
Mark: DON'T ACT LIKE A KID. NOW SHUT UP!

Then, he shut his mouth. Realizing Bonnie's paranoia is going to out of control, he talks about another thing. Something that they likes.

So Bonnie won't remember his feeling of someone following 'em.

Or he was right.

Something's following.

***

The story continued. Bonnie came home safely. Mark has arrived on his home too.

Bonnie live alone. He's tired. His paranoia is consuming his energy.

So Bonnie lay on his bed. He was going to take a sleeping pills when he saw something.

It was someone standing behind the window. It was covered. So he only sees shadow.

The man is standing there. No movement. He just standing there.

Bonnie was too afraid that he can't even move his body. Only his hand reaching the phone.

Mark: I was trying to sleep, what the heck man! Why are you calling me in midnight?
Bonnie: There is somebody, Mark. Help me.
Mark: The fuck? Your paranoia again? Calm your tits down.
Bonnie: NO! IT IS NOT MY PARANOIA! I SEE HIM, STANDING IN FRONT OF THE WINDOW, WITH A KNIFE ON HIS HANDS!
Mark: What the fuck? I'm calling the police right now!

The man was screeching the window.

Bonnie: DID YOU HEAR THAT! I THINK HE IS GOING TO BROKE IN!
Mark: GO! GO AWAY NOW! HIDE SOMEWHERE IN YOUR HOUSE AND KEEP THE PHONE WITH YOU!

So Bonnie, run into the kitchen. He was trying to go inside a cabinet.

Then Mark hear a mess, things fallen, and a scream. Bonnie says something while choking.

Bonnie: I ... was ... right. It ... is ... coming.

It was too late.

***

Bonnie died. He was stabbed right on his throat. Police still have no idea the hell was going on. No fingerprints. No clue. Nothing.

Mark, on the other side, regreted that he has ignored his bestfriend. He feels that he is not a good listener. He thought it was his mistake.

Mark: It was my mistake, Annie.
Annie: No. Nobody would have predicted this thing to happen.
Mark: HE FELT IT! He says somebody is following us. I IGNORED IT! I thought it was only his paranoia. BUT I WAS WRONG! I SHOULD HAVE LISTENED HIM!
Annie: Don't blame yourself.
Mark: I have no one now.
Annie: I'm still here.

Mark look at Annie and cried. She hugged him just to make him comfortable. Mark cry as loud as he can. Annie hugged him tighter just so Mark feels that he is not alone.

Annie: Everybody has a regret.

TO BE CONTINUED.

Senin, 14 Agustus 2017

Pengumuman

Setelah lama hiatus, this blog will rise again with different topic. Jika biasanya saya share tulisan-tulisan saya, maka kali ini saya bakal share tips-tips kepenulisan so stay tune!

Untuk menikmati tulisan saya, bisa cek wattpad saya @Raihanirhamr. Kritik dan saran akan sangat diapresiasi.

Thanks 

Sabtu, 19 September 2015

3 A.M. : SlaughterHouse



Kringgg
“halo?” seorang wanita menjawab sebuah telepon
“aku akan pulang….” Suara seorang lelaki terdengar di telepon tersebut.
“maaf siapa ini?” tanya wanita tersebut
“aku akan datang pada jam 3 pagi. Tunggu aku ya kakak.” Lelaki tersebut menutup teleponnya.
“siapa ya itu?” tanya wanita itu pada dirinya sendiri.
“Catherine! Ini ada paket untukmu!” kata ibu dari wanita tersebut
“iya bu!” wanita itupun langsung turun kebawah dan membawa paket tersebut ke kamarnya
“apa ya isinya?” diapun membuka paket tersebut.

“AAA!!!”

***

Argh … aku terbangun sangat pagi … dan kau mau tahu rasanya? Sangat memusingkan. Aku tak biasa bangun sepagi ini. Untuk sesaat aku penasaran jam berapa aku bangun. Saat kulihat jam dinding di kamarku, sekarang adalah jam 3 pagi! Pantas saja aku sepusing ini saat bangun. Akupun mencoba untuk menutup mataku kembali. Namun, saat aku ingin menutup mataku, aku tak sengaja melihat sesosok bayangan. Entah bayangan apa itu … tapi dia mirip bayangan manusia. Apapun itu, aku pikir itu hanyalah halusinasi. Jadi aku kembali tertidur….

Setelah pagi –atau tepatnya dini hari tadi- Aku terbangun agak kesiangan hingga aku terlambat pergi ke sekolah dan dilarang masuk oleh satpam sekolahku. Ya sekolahku memiliki peraturan yang ketat … sangat ketat. Tapi itu membuatku memiliki banyak waktu untuk mencari alasan mengapa aku terbangun jam 3 pagi ….

Saat aku sudah tidak diperbolehkan masuk sekolah, akupun langsung pergi kesebuah warnet yang agak jauh, tentunya aku sudah mengganti bajuku sebelumnya –tolong jangan tanya hal itu. pertama aku cari keyword –atau tepatnya keysentence- Dengan kalimat “alasan dibalik bangun jam 3” lalu untuk mencari referensi yang lebih akurat, aku mencari dengan keyword “3 A.M.” dan aku mendapat banyak informasi tentang jam itu.

Menurut sebuah website tentang illuminati –sebuah aliran atau sekte keagamaan mungkin- Jam itu merupakan jam yang dikuasai oleh para setan atau segala hal yang berhubungan tentang setan. Cukup banyak orang yang berbicara tentang masalah setan. Selain masalah setan, aku berhasil menemukan alasannya melalui sudut pandang psikologi, ada suatu mitos yaitu, bila kita terbangun  jam 3 pagi, kemungkinan besar kita sedang diperhatikan … oleh seseorang. Entah siapa orang itu, tapi aku tak begitu tertarik dengan hal semacam mitos. Dan terakhir, aku malah menemukan sebuah lagu berjudul “3 A.M.” oleh artis ternama eminem … lagu yang cukup seram menurutku –tapi bukan itu yang aku cari sekarang.

Ohya, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Sarah. Aku adalah siswi kelas 2 SMA. Aku mempunyai beberapa kakak. Kakak pertamaku Jane, kakak keduaku Catherine, dan kakak ketigaku atau biasa kami sebut “yang hilang” adalah satu-satunya laki-laki disini, yaitu… ah, aku lupa nama kakakku. Sudah 3 tahun semenjak kepergian dia. entah mengapa kami rindu padanya, padalah dulu kami adalah yang paling tidak akur. Bahkan sepertinya sumpahku untuk melupakan namanya sudah terlaksana….

Baiklah, itu adalah sedikit pengenalan keluargaku. Ngomong-ngomong, kami baru-baru ini mendapat sebuah kejadian aneh. Darimana ya aku harus memulai cerita? Tapi satu hal yang pasti, itu merupakan hal yang menyeramkan. Aku tak bisa bercerita banyak. Yang aku tahu adalah, Cathy menerima paket berisi potongan jari dengan darah yang masih segar, juga ada potongan bola mata … ya benar, sebuah potongan bola mata. Dan foto kekasih Cathy

Jujur, selain dari mimpi buruk –atau tepatnya pengalaman buruk- Yang dialami Cathy, kami sebenarnya merindukan anggota keluarga kami yaitu Peter. Dia adalah orang yang bisa melindungi kami, mungkin satu-satunya karena ayahku sudah tiada.

Hari berjalan seperti biasa, tak ada yang spesial. Bangun, pergi sekolah, pulang, makan, main, dan belajar. Tiba-tiba, bel rumah kami berbunyi dengan sangat keras. Ah, tamu, mana aku sendirian lagi dirumah. Aku dititipi pesan untuk tidak membukakan pintu bagi orang yang tak dikenal. Tapi saat aku mengintip dari jendela, aku hampir tak mempercayai apa yang aku lihat. Kakak yang “hilang”!

Malam itupun berjalan sangat menyenangkan. Sebuah pesta diadakan dirumah kami. Kami semua senang kak Peterson –itulah bagaimana dia mengatakan namanya- sudah kembali dari “pengembaraan”nya. Kami sudah sangat rindu padanya … dan untuk sesaat, kami melupakan suasana mencekam dari paket yang diterima Cathy.

“Selamat datang kembali, Kak Peter.” Kataku memberi selamat
“Terimakasih Sarah. Sepertinya semua banyak yang berubah ya … kau pun sekarang sudah besar dan memiliki pacar.” Ucap kak Peter. Diapun berbincang sedikit dengan pacarku hingga akhirnya dia bertanya sesuatu padaku.
“Aku sudah bertemu semua orang disini kecuali Cathy. Dimana ya dia?” tanya kak Peter.
“Mmm, ada sesuatu hal yang membuatnya mengurung diri dikamar.” Jawabku.
“Apa itu? pacarnya memutuskan hubungannya?” tanyanya sembari sedikit bercanda
“Jangan gitu dong kak … dia mengalami hal yang sangat serius ….” Kataku sedikit membentak. Meskipun aku tak terlihat membentak.
“Haha, maaf-maaf. Emang masalah apa sih bisa sampai ngurung diri dikamar kayak gitu?” Tanyanya lebih serius
“A-aku sulit menjelaskannya … masalahnya ini adalah hal yang menakutkan. Aku tak yakin bila kakak percaya.”
“Sebutkan saja apa yang terjadi?” Kak Peter makin penasaran.
“Pacar Cathy di dibunuh dengan sadis.” Ceritaku
“Pasti ada maksud tersendiri dari pembunuhan itu.” Ujar kak Peter
“Aku sudah ngantuk … aku tidur dulu ya!” kata kak Peter sambil pergi menuju kamar yang sudah disiapkan untuknya.

Setelah pesta selesai, banyak tamu tidur dirumah ini. Sebenarnya, aku tidak bisa bilang ini adalah rumah. Aku lebih suka menyebut tempat ini sebagai “Hotel Bintang 5”. Malam itu adalah malam yang tenang. Hingga sebuah teriakan pembantu kami memecah keheningan yang sudah mulai menyelimuti kami. Kulihat jam dinding kamarku, jam 3 pagi! Lagi-lagi terbangun pada jam ini. Apakah sepertinya ada sesuatu? Ah, yang pasti aku mendengarkan sebuah teriakan yang membangunkan siapapun yang mendengarnya.

Para tamu laki-laki pun mendatangi sumber suara dipimpin kak Peter. Aku sengaja mengikuti mereka untuk melihat apa yang terjadi.

Sungguh tak bisa dipercaya apa yang sedang terjadi … tubuh Cathy benar-benar … mengenaskan. Itu satu-satunya hal yang bisa kukatakan. Saat aku melihat apa yang terjadi, aku bahkan tak sanggup untuk berdiri. Kakiku lemas, seluruh badanku bergetar, dan aku hanya terdiam. Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Cathy … tubuhnya … dia … aku hanya bisa melihat bahwa Cathy berada dengan posisi leher digantung. Rambutnya terbakar habis hingga membakar kulit kepalanya yang lalu kepalanya seperti di pecahkan oleh palu hingga otaknya terlihat dengan jelas. Lalu dikedua matanya terdapat paku yang ditusukan kedalamnya hingga darah yang cukup banyak keluar dari matanya. Kemudian rahang Cathy pun dilepas, entah bagaimana caranya, mulut Cathy benar-benar terlihat seperti menganga kesakitan dengan darah yang cukup banyak keluar dari mulutnya. Dan hal terakhir yang kulihat adalah perutnya yang dibuka dan ususnya pun terburai keluar bersama dengan ampas makanannya yang berwarna hijau dan cair, dan juga darah yang sangat banyak keluar dari perutnya.

Dalam tragedi itu, ruangan benar-benar terlihat suram. Aliran darah dari tubuh Cathy memenuhi seluruh lantai yang ada dikamar ini. Cipratan darah berbekas di dinding-dinding kamar. Dan satu hal yang sangat menyeramkan adalah … tulisan dinding bertuliskan “SELAMAT DATANG KEMBALI” yang dituliskan oleh darah Cathy.

“Tulisan itu ditujukan padaku.” Celetuk kak Peter tiba-tiba di belakangku.
“Bagaimana kakak bisa tahu?” tanyaku penasaran.
“Sudah jelas, hanya aku yang baru pulang disini.” Jawabnya.
“Tapi kak ….”
“Tapi kau tenang saja, semua akan baik-baik saja.” Ujarnya sangat tenang.

Entah bagaimana kak Peter bisa sangat tenang di situasi seperti ini. Bahkan para lelaki yang lain pun masih bisa memperlihatkan ekspresi ketakutan diwajahnya. Tidak untuk kak Peter, dia benar-benar menguasai situasi. Mungkin dia ingin menenangkan semuanya dan dia memendam rasa takutnya. Ngomong-ngomong, kak Peter dari dulu memang seorang pemberani yang tak kenal takut. Setiap ada preman ataupun orang-orang jahat yang ingin mencuri sesuatu di rumahku, dia adalah yang paling jenius dan paling berani menghadapi mereka. Namun sesantai-santainya kak Peter, dia masih bisa memperlihatkan ekspresi ketakutannya … jauh berbeda dengan sekarang. Namun satu hal positif yang tumbuh dari dirinya, dia sangat berkarisma, dia bisa menenangkan orang-orang disekitarnya. Entah dari mana dia mendapat karismanya itu, dia sekarang memiliki daya tarik tersendiri.

“Siapa yang telah membuat ucapan selamat datang seperti ini?” Tanya Jane
“Mungkin arwah dari ayah masih belum menerimaku….” Celetuk kak Peter
“Ih, kakak, jangan ngomong gitu dong….” Ucapku
“Iya Peter, kamu tuh gk boleh ngomong sembarangan tentang orang mati … apalagi tentang ayah.” Ucap Jane setuju denganku
“Hehe, iya-iya, aku Cuma bercanda kok.” Kata kakakku sembari tertawa.
“Ish, candaannya gk lucu.” Kataku kesal
“Maaf ya.” Dia mengelus kepalaku sambil tersenyum.
“Ih, apasih kakak.” Ucapku
“Selama ada Peter, kau akan aman.” Katanya tersenyum. Akupun hanya terdiam.

Aku benar-benar senang kak Peter bisa menjadi orang yang menyenangkan. Dia bisa menenangkan hati kami yang sedang gelisah. Aku benar-benar suka kak Peter yang baru. Tunggu! Mengapa aku hanya menyukai kak Peter yang baru? Ah, lebih baik tidak mengingat masa lalu. Itu hanyalah sejarah bagiku….

Setelah kejadian itu aku tak bisa tidur. Karena itu aku langsung mencari susu sapi segar di kulkasku yang berada didapur. Keadaan sangat gelap, aku berjalan perlahan menyusuri lorong menuju dapur sembari mencari tombol lampu. Ah, mengapa lorong menuju dapur ini harus sangat gelap? Tapi ada sesuatu yang basah di lantai yang aku injakan. Tapi jujur saja, aku tak begitu perduli dengan hal itu … dan lagipula aku sudah ada di depan pintu dapur. Aku hanya membuka pintu dan melihat sesuatu yang sepertinya hanyalah berupa air yang meluber ke seluruh penjuru ruangan. Aku tidak melihat nya dengan jelas, hingga aku buka kulkas itu…

***
Hari ini teman-temanku menjengukku. Mengapa? Tentu saja karena aku sakit. Namun mereka tidak menjengukku karena sakit, tapi karena alasan “mengapa aku sakit” yang membuat mereka penasaran. Kau ingin tahu mengapa? Aku sudah muak menjelaskan semuanya … kau tahu rasanya saat melihat sahabat baik mu didalam kulkas? Dengan kepalanya yang sudah dikuliti, dan bola mata yang teruntai dengan saraf mata yang masih tersambung bersama dengan darah yang mengalir cukup banyak. Lalu ada otaknya yang dipisahkan dari kepalanya dan dibekukan dalam freezer bersama warna pinknya yang mulai memucat karena beku. Lalu ada sesuatu yang bisa aku bilang sate daging manusia, bersama darah yang masih segar, lalu botol minuman yang tembus pandang menjadi berwarna merah –tentunya merah darah. Dan, sudahlah, aku sudah tak begitu bisa mengingatnya lagi. Setelah segala hal yang aku lihat, aku langsung pingsan hingga sakit di siang hari ini.

Esok hari aku sudah sembuh dan bisa masuk ke sekolah. Itu semua karena motivasi kak Peter yang menyemangatiku terus. Dia benar-benar menyenangkan, namun dia bisa menjadi sangat tak terkendali bila permintaannya tak dipenuhi, padahal terkadang permintaannya hanya 1 pak jarum jahit, lem, korek api, dan beberapa hal kecil lainnya. Dan jika kau ingin tahu reaksinya, dia bisa sampai menghancurkan sebuah televisi. Ya, emosinya sangat tak terkontrol. Selain itu, dirumah ini banyak terjadi kehilangan benda. Entah itu adalah benda kecil seperti kabel, paku, sendok, garpu, hingga benda besar seperti gunting rumput, gergaji besi, pemotong rumput, dan benda berbahaya lainnya. Janggal ….

Malam ini aku tertidur dengan nyenyak lagi. Sangat nyaman, kebetulan aku tidur agak siang karena aku benar-benar lelah setelah melakukan tes pelajaran olahraga. Kau pasti tahu rasanya saat badanmu sangat lelah dan lalu kau langsung merebahkan tubuhmu itu di atas kasur yang empuk. Ada sensasi tersendiri pada saat itu. aku yakin kali ini aku tak akan terbangun pada jam 3 pagi ….

***

“Tenanglah, selama ada aku, kau akan aman.”
“Dimana aku? Siapa kau? Apa yang kau akan lakukan? Kapan kau mengikatku seperti ini?”
“Sudah kubilang tenanglah.”

STAB

AAH! Apa itu tadi? Apa aku memang hanya bermimpi? Tapi mimpi itu benar-benar terasa. Tunggu … jam berapa sekarang? Aku coba melihat jam, jam 3 PAGI!!! Kenapa? Kenapa jam ini lagi?

WUSHH

Apa yang tadi aku lihat? Sebuah bayangan! Berwarna hitam, aku tak tahu bayangan itu berbentuk apa. Dan jendela kamarku pun terbuka. karena aku takut, aku memilih untuk berteriak dan meminta tolong.

“Jendela kamarmu terbuka, dan sangat jelas bahwa jendela itu tak dibuka paksa yang berarti …” ucap seorang polisi yang menahan omongannya
“Berarti apa?” aku penasaran. Polisi itu menahan omongannya terlalu lama.
“Berarti kau lupa menutup jendelamu.” Jawab polisi itu singkat
“Apa? Apa kau yakin?” tanyaku dengan penuh ketidakpercayaan. Polisi itu hanya diam
“Baiklah, mungkin aku memang lupa menutup jendelanya.” Kataku sambil mengalah
“Lain kali jangan lupa menutup jendelamu.” Ucap polisi itu sembari pergi keluar tkp
“Ohya, lain kali jika ada apa-apa yang lebih mencekam, kau bisa telepon kami lagi. Kami dengar ada teror di rumah ini kan? Kami pasti sampai dalam waktu 5 menit.” Ucap polisi itu sebelum benar-benar meninggalkan rumahku.

“Kak Peter, aku takut.” Ucapku ke kak Peter
“Tenanglah ….”
“Bagaimana aku bisa tenang? Kita sedang ….”
“Sudah kubilang tenanglah, aku tak akan biarkan kau mati di tangan orang lain.” Ucap kak Peter.

***

Peterson, saat ini adalah kakak terbaik yang ada didunia. Aku akui dia agak tertutup, tapi dia benar-benar menyenangkan. Dia hampir tak pernah membuatku kesal. Hampir? Yup, sesekali dia pernah membuatku kesal. Dia benar-benar tak ingin ada yang mengusik dunianya, dia punya kehidupannya sendiri. Lalu sepertinya aku sudah mengatakan bahwa, apapun yang dia inginkan harus dituruti. Pernah saat itu aku diminta untuk tidak ke garasi selama beberapa hari, dan aku disuruh untuk mengambil palu yang ada di garasi. Akupun berjalan hingga di depan pintu garasi.

“Sudah kubilang bukan?” ucap kak Peter di belakangku.
“Tapi ….”
“Tak ada tapi-tapian! Kubilang jangan ya jangan!” Bentak kak Peter memotong perkataanku.
“Aku disuruh ….”
“Nih.” Lagi, kak Peter memotong perkataanku, namun kali ini dia mengeluarkan benda yang kucari. PALU!

***

Satu bulan setelah kedatangan kak Peter merupakan sebuah misteri tersendiri bagi kami. Rumah ini sudah kosong. Hanya ada Aku, Jane, kak Peter, dan beberapa pembantu keluargaku. Ibuku sedang keluar kota hingga malam. Jadi rumah ini sepi. Ohya, kak Peter pernah bilang bahwa kami tak boleh pergi kekamarnya. Aku sebenarnya tak begitu perduli sih, aku bukan orang yang kepo-an. Entah mengapa dia bilang jangan masuk kekamarnya.

Malam itu malam yang gelap. Aku sedang sendiri dikamar, jam dinding sudah menunjukan pukul 2 pagi. Wow, aku masih bisa bangun. Sunyi senyap, tak ada suara apapun disini. Untukku suasana seperti ini sangatlah menyeramkan. Jadi aku menyalakan televisi. Sekarang jam menunjukan pukul 3.00 pagi. Aku masih bertahan, tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. GILA! Jam segini masih ada yang bertamu?!

TING TONG

“Tunggu!” sahutku dari dalam rumah
….
“Tak ada yang membalas?”
“Pasti cuma yang jail.” Pikirku

TING TONG

“Tunggu!” sial, siapa sih yang sejahil ini pada jam segini?

Aku pun membuka pintu. Aku lihat keluar, tak ada siapapun! Sudah kuduga ini adalah ulah orang jahil! Namun tiba-tiba ada bau busuk menyengat ke hidungku. Akupun melihat ke bawah.

***

Orang-orang bertamu kerumahku dengan menggunakan pakaian serba hitam, membawa seikat bunga mawar berbagai warna dan sebuah karangan bunga disimpan di depan gerbang rumahku pertanda adanya orang yang meninggal. Pertanyaannya adalah, siapa yang meninggal?

“IBU!!!” Jane menangisi potongan tubuh yang telah disusun kembali menjadi sebuah mayat yang utuh.
Kematian ibu kami benar-benar memukul kami. Akupun hanya bisa menangisi mayat ibuku. Kak Peter, dia hanya berdiri bersandar pada tembok gelap yang ada di ujung ruangan ini. Bagaimana bisa dia tidak sedih saat ibunya mati! Aku langsung berjalan kearah kak Peter dan menariknya hingga masuk kekamarku.

“KAKAK!” bentakku

“Ada apa? Mengapa kamu membentakku?” tanya kak Peter

“Apa kakak tidak sedih!? Apa kakak senang ibu mati!?” aku semakin keras membentaknya

“ …” kak Peter hanya terdiam

“Aku tahu kakak sudah lama tak berada disini! Tapi bukan berarti saat ibu mati kakak tidak sedih!”

“Ibu yang telah melahirkan kakak! Ingat itu kak!” bentakkan ku semakin menjadi-jadi.

“…” kak peter masih terdiam

“Aku hanya ingin kakak tak melupakan ibu ….” Aku memperhalus nada bicaraku.

“Sudah selesai?” Tanyanya dengan halus.

“Apa kau pikir aku tidak sedih?” lanjutnya

“Apa kau pikir aku tidak menyayangi ibuku?!” nada berbicaranya secara perlahan naik.

“…” giliranku yang terdiam

“Siapa yang tak sedih melihat orang tuanya meninggalkan mereka?!”

“Aku hanya tak ingin terlarut dalam kesedihan!”

“…” kak Peter terdiam untuk mengambil nafas

“Ingatlah hal ini Sarah …”

“Saat kau ditinggalkan seseorang, hal yang kau lakukan bukanlah bersedih …”

“Tapi buktikanlah bahwa kau bisa berdiri sendiri tanpa orang yang yang kau sayangi.”

“Itulah mengapa aku tak ingin menangis.” ujar kak Peter

“Kau mengerti maksudku kan?” tanyanya

“Lebih baik malam ini kau lebih berhati-hati.” Kak Peter meninggalkan ruanganku sambil tersenyum.

Berhati-hati? Mungkin gara-gara kematian ibu, jadi aku harus berhati-hati.

Part 2 “Slaughter”

Malam ini mungkin akan sedikit tenang. Mengapa? Karena kali ini orang-orang dari kepolisian akan menjaga rumah ini.

“Aku turut berduka atas kematian ibumu.” Ucap polisi yang waktu itu datang kerumahku
“Sebelumnya aku ingin meperkenalkan diriku terlebih dahulu. Namaku Sersan Smith.”
“Ohya, tuan Smith … terima kasih mau melindungi rumah ini. Aku Sarah, lalu kakakku yang perempuan adalah Jane, dan kakakku yang laki adalah Peter.” Kataku kepada tuan Smith
“Tak perlu pakai ‘Tuan’. Smith saja cukup.” Katanya sedikit tersenyum.
“Baiklah, Smith.”
“Ohya, aku sedikit curiga dengan kakakmu yang laki, Peter.” Bisiknya padaku
“Mengapa? Dia orang yang baik.” Balasku
“Dia adalah satu-satunya lelaki yang ada di rumah ini kan?” tanya Smith
“Iya …” Jawabku
“Bisa saja dia adalah dalang dibalik semua ini. Coba pikirkan, siapa yang paling kuat disini?” Tanyanya lagi
“Kak Peter.” Jawabku
“Tapi kak Peter itu baik!” kataku kesal karena dia mencoba menyudutkan kak Peter.
“Ingat! Orang yang kelihatan baik belum tentu orang baik! Suatu saat kau akan menyadarinya!” Ucapnya.
“Jangan terlalu mudah percaya dengan kebaikan orang lain, motivasi orang berbeda-beda.” Lanjutnya.

Malam ini, rumah kami akan dijaga oleh para petugas polisi yang baik hati. Setidaknya kali ini aku akan merasa nyaman. Aku berjalan di lorong menuju dapur, aku lapar. Pada saat itu juga aku berpapasan dengan kak Peter.

“Hai kak!” Sapaku
“Oh, hai juga Sarah, apa yang ingin kau lakukan? Mencari makan?” Balas kak Peter
“Tentu saja, aku sangat lapar.” Jawabku. Aneh, aku melihat pisau ditangannya.
“Eh kak, mengapa kau bawa pisau itu?”Tanyaku keheranan
“Oh, tidak, aku disuruh sersan Smith.” Jawabnya.

Akupun lanjut berjalan menuju dapur, mengambil beberapa helai roti dan susu sapi segar. Mmm, segar sekali rasanya. Tunggu, sudah jam 9 malam? Jika ibuku masih ada, mungkin sekarang aku sedang dimarahinya. Ingatan yang menyebalkan sekaligus menyenangkan. Hmm, tapi seperti apa kata kak Peter:

“Saat seseorang yang kau sayangi pergi, hal yang kulakukan bukanlah menangis. tapi membuktikan bahwa kita bisa hidup sendiri.”

Sungguh, kata-kata itu sangat menggugahku untuk semangat menjalani hidup. Aku berjalan, lalu menuruni tangga untuk sampai ke ruang tamu, namun aku terkaget dengan apa yang aku lihat! Kak Peter ditangkap!

“Kak!” Teriakku
“Oh, Sarah ….” Balas kak Peter
“Bertahanlah selama tak ada kak Peter yah … kakak pasti akan kembali secepatnya.” Kak Peter Tersenyum kepadaku. Lalu dia dibawa ke mobil tahanan.

Aku langsung berlari mencari Smith. Aku ingin tahu mengapa ini semua terjadi! MENGAPA!!!

“Smith!!!” Teriakku
“Ada apa?” tanyanya
“Mengapa? Ada apa dengan kak Peter?” tanya ku
“Lihat ini.” Dia menggeser tubuhnya.

Seorang anggota polisi terkapar setelah tertusuk 3 kali di dadanya.

“Saat kejadian itu, hanya dia yang membawa pisau.” Ujar Smith
“Tapi kata kak Peter, dia membawa pisau karena disuruh sersan Smith.”
“Itu hanya alibi untuk menutupi kejahatannya.”

Aku … aku masih tak percaya kak Peterlah orang yang melakukannya.

***

Malam ini sebenarnya mencoba tidur senyaman mungkin. Ah, aku terbangun dengan kepala yang pusing. Selain pusing, aku juga tidak bisa menggerakan tangan dan kakiku. Tunggu, aku tidak sekedar tidak bisa bergerak.! Akut terikat!

“Akhirnya si putri tidur sudah bangun.” Tiba-tiba seseorang memunculkan dirinya dalam bayangan. Sial, karena panik aku tak tahu siapa itu.
“Siapa kau?!” Tanyaku panik sembari berusaha melepaskan diri.
“Tenang, aku bukan siapa-siapa.” Jawab orang itu. Tunggu itu bukannya suara ….
“YA! Ini aku, Smith.” Dia menampakan wajahnya.
“Apa yang kau lakukan?” Aku masih mencoba melepaskan diri.
“Aku hanya ingin sedikit bermain dengan tubuhmu saja.” Ujar Smith.
“Tidak!” aku berteriak sekeras mungkin.
“Tak akan ada yang mendengarmu!” Kata Smith sambil mulai membuka pakaianku. Lalu mulai menyentuh tubuhku.
“Ah!” Aku hanya bisa mendesah karena anggota gerak tubuhku diikat

DOR!

“Cih, sepertinya ada yang mencoba mengganggu permainan kita. Tunggulah sayang, aku akan kembali.” Ucapnya dengan nada dan senyum jahatnya.

Diapun keluar dan mengunci pintu. Sementara didalam sini, aku tak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya bisa pasrah menunggu kedatangan Sialan Smith itu kembali. Aku hanya bisa meronta-ronta dan sesekali kepalaku terbbentur ke arah tembok diatas kepalaku.

Pluk

Suara apa itu? aku melihat kesekitar dan melihat sebuah silet terjatuh dari atas rak yang tepat berada diatasku. Mungkin getaran dari benturan kepalaku membuatnya jatuh.

Aku segera mencoba merobek tali yang ada ditanganku. Namun mulut dan tanganku terlalu jauh hingga aku tak bisa merobek tali itu.

SREETTT

Aku mencoba untuk menarik tanganku dan berhasil. Akupun lepas dari cengkraman tali-tali itu. dengan segera aku mengenakan pakaianku dan langsung mencoba keluar. Bagus! Smith tak mengunci pintunya!

Aku keluar dan melihat sekitar. Akupun melihat bayangan hitam sedang menusukkan tangannya kedalam dada seorang polisi dan lalu dia menusukan tangannya kearah atas hingga tangannya muncul dalam mulutnya. Dia melempar polisi itu dan darah berceceran dan menggenang dimana-mana.

Setelah itu dia melihat kearahku. Aku tak bisa melihat wajahnya karena dia menggunakan topeng hockey. Aku hanya bisa melihat matanya … matanya sangat dingin … tak memperlihatkan ekspresi apapun … sebuah tatapan mengintimidasi yang … sangat dalam ….

“Si-siapa kau?” Tanyaku gugup.
“ …” dia hanya diam. Lalu menghilang ditelan kegelapan.

DOR!

Aku mendengar suara tembakan lagi. Kali ini aku mengikuti asal suara tersebut. Akupun berlari melewati lorong-lorong rumahku.

BRUK!

Ouch! Aku menabrak seseorang dan terjatuh. Aku berdiri kembali dan melihat kebelakang, seseorang sedang berdiri. Saat itu gelap hingga aku tak bisa melihatnya dengan jelas.
“Maafkan aku!” akupun mendekatinya.

KREK!

Huh? Aku seperti menginjak sesuatu. Sesuatu yang keras.

KLIK!

Lampupun tiba-tiba menyala. Aku tak bisa percaya dengan apa yang aku lihat. Mata orang itu sudah ditusuk oleh dua buah paku yang menembus matanya hingga darah keluar dari lubang matanya. Dan lalu aku lihat lehernya, dan hanya darah dan ruang kosong dilehernya karena kerongkongannya telah dilepaskan dan aku injak begitu saja. Tidak hanya itu, ada sebuah gergaji yang menancap di bahunya dan sudah membelah tulang yang ada dibahunya. Perutnya juga sudah kosong dan hanya terlihat tulang belakang yang masih menyambung tubuhnya.

Saat itu juga aku langsung muntah dengan cairan berwarna bening dan putih seperti bubur karena belakangan ini aku lebih banyak minum dan makan nasi. Entah aku bisa melanjutkan perjalananku, aku merasa ingin pingsan. Tapi sesuatu membuatku penasaran dan terus melanjutkan pencarianku.

Kali ini aku menelusuri lorong ini terus hingga akhirnya mendengarkan musik dari ruang makan. Ruang makan rumahku memang agak besar, dan dari ruangan itu aku masuk.

KLIK!

Sial! Pintunya dikunci! Tiba-tiba terdengar sebuah suara musik. Sebuah musik yang aku sudah sering dengar dari grup creepypasta. Reverse! Lagu yang dibuat oleh Karl Mayer. Katanya dengan mendengar musik ini bisa membuat pikiran kita terganggu. Namun aku sendiri tak begitu percaya dengan hal itu.

Aku menelusuri suara lagu itu, dan lagu itu berasal dari dapurku yang kebetulan hanya terpisah oleh tembok, jendela, dan pintu.

Bug!

Aku mendengar sesuatu dari dalam. Aku melihat lewat jendela ada seseorang yang sedang menutup telinganya kesakitan. Mungkin gara-gara mendengarkan lagu itu.

JENG JENG

Tiba-tiba orang itu melihat kearahku dengan matanya yang melotot dan membulat dengan warna merah dan air mata membasahi pipinya. Air liur dari mulutnya juga benar-benar mengalir karena tak kuasa menahan sakitnya mendengarkan lagu itu. Ekspresinya benar-benar menggambarkan orang yang sangat tersiksa.

Dalam beberapa detik kami saling menatap. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri saat melihat kearah matanya. Dalam sekejap, tiba-tiba fokusku berubah menuju sebuah pisau yang sangat tajam yang ada dibelakangnya. Dan entah mengapa, dia seperti menyadari kalau aku melihat kebelakangnya. Wajahnya pun berbalik dan lalu kembali kearahku. Saat aku melihat wajahnya dia tersenyum menyeringai. Entah aku tak bisa mengerti apa arti dari senyumnya itu. dengan lebarnya, tiba-tiba dia mengangkat pisaunya.

Dengan perlahan dia berdiri, menyingsingkan lengan bajunya, lalu mengambil posisi seolah sedang bermain biola. Lalu mulai menggesekan pisau itu perlahan kearah tangannya. Sedikit demi sedikit kulitnya terbagi menjadi dua. Sebuah cairan yang berwarna merahpun keluar dari dalam lengannya. Sungguh aku tak ingin melihatnya namun aku membeku dan tak bisa bergerak. Efek dari lagu itu benar-benar sudah membuat orang itu gila.

Dalam wajahnya terlihat rasa sakit dan kegilaan pada waktu yang sama. Kau tak bisa membayangkan rasa sakit yang dia rasakan baik secara fisik karena sayatan itu ataupun psikologis karena lagu karl mayer – Reverse.

Sayatan pisau itu semakin menjadi bersama dengan suara yang mirip biola dalam lagu itu semakin cepat. Darahpun keluar semakin banyak dan bahkan mulai memancar hingga wajahnya bersimbah darah. Darah yang memancar kearah kaca jendela tempat aku melihatnya. Sayatan itu akhirnya berhenti setelah lagu itu berhenti.

Dia melepaskan pisau yang tertancap dilengannya. Lalu diapun terjatuh, aku masih bisa melihat tubuhnya mengembang dan mengempis karena dia masih mencoba bernafas. Ini bukan trik atau apapun itu. Diapun akhirnya mati lemas kehabisan darah.

Bersamaan dengan kematiannya, akupun tak bisa menahan diriku yang sudah lemas melihat orang terbunuh dengan sadis didepan mataku. Akupun tertelan oleh kegelapan dan hal terakhir yang aku ingat adalah tubuhku terbanting kelantai.

***

Argh, perlahan, kelopak mataku terbuka. Aku berkedip beberapa kali untuk bisa membiasakan mataku dengan cahaya yang masuk kedalam melewati kornea mataku. Akhirnya aku terbangun dikamarku. Argh, kepalaku pusing sekali. Dengan kekuatan seadanya, aku mencoba melangkah keluar kamarku.

Aku pergi keruang keluarga. Disana gelap sekali disana aku mencoba untuk mencari tombol lampu.

Klik!

Akhirnya aku bisa menemukan tombol itu. aku berbalik, dan tiba-tiba ada seseorang berdiri dibelakangku. Bayangan hitam itu sangat menakutkan karena lampu dibelakangnya yang membuat wajahnya tertutup bayangan. Dengan perlahan dia berjalan mendekatiku dan tangannya mengarah kepundakku

“Menjauh!” Bentakku
“Eh? ada apa?” Ternyata itu adalah kak Peter.
“Kak Peter?” Tanyaku kaget
“Iya, ini kakak.” Jawabnya tenang
“Ma-mana Sersan Smith?” Tanyaku lagi
“Dia sudah kutendang keluar dari sini.” Jawabnya.
“Tendang?” aku bingung.
“Maksudku sudah membuatnya pergi dari sini. Dan mungkin dia akan dipecat dari kepolisian. Dan dia juga takkan kembali lagi.” Ujarnya.
“Padahal dia sudah terlihat baik.” Sesalku.
“Ingatlah Sarah …”
“Jangan terlalu mudah percaya dengan kebaikan orang lain, motivasi orang berbeda-beda.” Ucapnya padaku.
“Lagipula, sudah hampir jam 3. Mengapa kau masih terbangun?” Tanyanya.
“Entah, aku tak sengaja terbangun. Aku akan segera kembali kekamarku.” Ucapku sembari bergegas kembali kekamar.

Akupun melewati kak Peter.

BRUK!

Aku tiba-tiba pingsan. Semua gelap, dan aku merasa melayang dalam beberapa saat. Teringat diriku terhadap semua kenanganku yang dulu aku punya. Semua begitu indah … kecuali saat … kak peter sedang bertengkar dengan ayahku.keadaan rumah sudah seperti konflik perang di vietnam atau operasi desert storm. Dan setelah teringat semua itu akupun ingat mengapa kak peter pergi dari rumah ini.

“Mmmm!” Terdengar suara seseorang yang mulutnya tertutup. Akupun membuka mataku dan melihat dua orang sedang terikat kesebuah tiang. Mereka adalah Smith dan Jane!
“Sepertinya si putri tidur sudah bangun.” Ucap seseorang dari kegelapan.
“Siapa kau!” Bentakku pada orang itu.
“Siapa aku? Huh! Kau sudah tahu siapa aku.” Ucap orang itu.
“Kalau begitu, buka topengmu!” Teriakku kepadanya
“Baiklah kalau begitu. Jangan kaget.” Diapun membuka topeng hockeynya dengan perlahan.

Sreet…

“Ka-Kak Peter?” ucapku gagap.
“Sudah kubilang … jangan kaget.” Ucap kak Peter dengan senyumnya yang sangat lebar seperti orang gila.
“Apa … itu benar kau kak?” Tanyaku tak percaya
“Tentu saja. Apa aku terlihat berbeda? Silahkan lakukan tes DNA.” Ucapnya.
“Tapi mengapa?” Aku masih tak percaya.
“Ceritanya terlalu panjang untuk diceritakan.”Jawabnya.
“Tapi alasan utamanya karena memang aku ingin menyiksamu!” Lanjutnya dengan lantang.
“Sudah jam 3.” Peter melihat jam tangannya.
“Waktunya mulai!”

STAB

Peterpun tiba-tiba menusuk bahu Jane. Jane langsung berteriak kesakitan dan darah mulai keluar dari bahunya.

“Kakak!” Teriakku kepada Jane

Tidak hanya itu, setelah itu dia menarik pisaunya sedikit namun masih menempel pada kulit dan lalu menyayat kulitnya kebawah. Setelah itu dia mengambil palu lalu dia mengayunkan palu itu kearah bagian V Jane.

“Ahh!” Jane berteriak benar-benar kesakitan dengan sedikit desahan.
“Mungkin aku bisa sedikit bermain lebih banyak denganmu, Jane.” Ucap Peter dengan senyum psikopatnya.

Lalu dia mengeluarkan garpu, dengan secara perlahan dia memasukan garpu itu kedalam bola mata kanan kak Jane.

“AAA!” cairan berwarna merahpunkeluar bersamaan dengan teriakan Jane.
“Begitu!” Peter semakin senang dan makin gila

Setelah itu dia menarik garpunya itu dengan perlahan sambil mencokel mata kanan Jane untuk keluar. Perlahan tapi pasti bola mata sedikit demi sedikit tertarik. Sementara itu,Jane tak berkutik dan hanya bisa berteriak sekeras yang dia bisa. Darah mulai keluar dari sela-sela matanya dan matanyapun keluar bersama saraf yang masif menempel dimatanya itu. tak sampai disitu, dia mulai mengayunkan palu nya itu menuju kedua lutu dari Jane hingga terdengar suara retakan tulang yang khas. Janepun kembali berteriak sekeras mungkin karena kesakitan.

“Hen … Ti … Kan …” Rintih Jane
“Baiklah kalau begitu.” Ucap

Peter menyalakan sebuah Rokok.

“Seandainya ayah masih ada disini, mungkin aku sudah ditendangnya dari rumah ini.” Ucap Peter.

Peter menghisap Rokok itu beberapa kali. Dan tiba-tiba dia menahan kelopak mata kiri Jane. Lalu dengan perlahan dan mendadak, Peter memasukan rokok itu kedalam mata kiri Jane.

“AAA!” Teriak Jane yang kesakitan karena matanya terbakar.
“Ini yang terakhir.” Ucap Peter

Sebuah pisau dapur dikeluarkan oleh Peter.

STAB! SRET!

Peter langsung menusukan Pisau itu ke daerah diafragma Jane dengan sisi tajam mengarah keatas. Lalu langsung menarik pisau itu keatas mengenai jantung. Janepun langsung batuk darah dan darah yang banyakpun keluar dari bekas tebasan pisau itu. beberapa menit kemudianpun Jane mati lemas.

Peterpun diam sebentar. Lalu kemudian menatap Smith. Mata Smithpun menunjukkan ketakutan yang amat sangat besar.

“Kau telah memermainkan adikku.” Ucap Peter dengan mata yang menandakan dia ingin membunuh. Smithpun hanya bisa memberi mata seseorang yang sedang ketakutan.
“Inilah balasan untukmu!”

Dengan brutal Peter mulai menghantamkan palu itu ke lutut dan bahu Smith hingga sendi dan tulang miliknya patah dengan suara khas tulang.

“AAA!” Smithpun hanya bisa berteriak kesakitan.
“Sepertinya kau harus sedikit tersenyum.” Ucap Peter.

Dengan pisau dapurnya, Peter merobek pipi dari Smith hingga terlihat sebuah senyuman yang lebar yang terjadi karena bekas sayatan oleh Peter. Belum selesai, lalu kali ini Peter mengeluarkan sebuah air raksa. Lalu meneteskan senyawa itu kedalam mata Smith. Smithpun hanya bisa berteriak kesakitan karena senyawa kimia yang merusak bola matanya memberi efek terbakar.

“Sepertinya aku sudah harus mulai mengakhiri ini.” Ucap Peter.

Aku lihat kak Peter menyimpan kayu disekeliling Smith. Lalu baru aku sadari kalau tiang yang digunakan untuk mengikat Smith adalah kayu yang terlihat lembab.

“Well, selamat tinggal Smith.”

Peter membakar kayu disekeliling Smith. Panas dari api itu mulai menyiksa Smith namun tidak membakar tubuhnya.

“AAAA! Panas!” Smith kepanasan.

Kayu yang dipakai untuk mengikat Smith mulai terbakar, namun tak membaka tubuh Smith melainkan memberi efek kepanasan yang makin menyiksa Smith.

STAB

Sementara itu, tiba-tiba Peter melempar pisau dapurnya kearah perut Smith. Terakhir dia membawa seember penuh minyak tanah.

“Aku sudah bosan mendengar teriakanmu.” Ucap Peter.
“Kalau begitu aku akan lakukan dengan cepat!”

WUSH

Minyak tanah itupun dilemparkan kearah Smith yang sedang terbakar. Kali ini bukan tersiksa, Smith hangus terbakar. Diapun langsung berbalik kearahku.

“Aku memiliki sesuatu yang lebih untukmu.” Ucap Peter padaku.

Psikologisku … mentalku benar-benar jatuh … aku benar-benar trauman akan semua ini. Kak Peter menelepon seseorang. Setelah apa yang aku lihat, aku sudah tak tahan dan akhirnya pingsan.

***

Setelah kejadian itu, kak Peter menghilang. Saat itu dia menelepon polisi dan medis. Aku sempat jadi terduga pembunuh, namun setelah sidang, aku dinyatakan tak bersalah. Namun setelah hari itu, keadaan psikologisku benar-benar menurun. Akhirnya aku berkonsultasi ke seorang psikolog. Sebenarnya aku ingin ke psikiater tapi psikolog ini bisa membantuku dari saran dan koneslingnya. Namun aku hanya berkonsultasi lewat telepon dan SMS. Suatu saat aku penasaran. Aku ingin tahu siapa psikolog itu. dan akhirnya aku berhasil membuat janji dengannya.

Aku disuruh untuk datang kesebuah Rumah Sakit Jiwa. Mungkin disana dia bekerja dan … benar saja, dia ada disana saat aku tanya ke resepsionis.
“Anda Sarah ya?” Tanya resepsionis itu.
“Ya. Dimana dokter John?” Aku berbalik tanya.
“Ikuti saja Lorong ini.” Sambil menunjuk lorong di kiriku.
“Terimakasih.”

Akupun mengikuti lorong ini. Tak ada yang aneh, hingga aku menemukan pintu bertuliskan “Dr. Jhon”. Aku mengetuk pintu itu.

“Silahkan masuk!” ah, rasanya aku mengenal suara itu. namun aku terlalu pusing untuk mengenal suara siapa itu.
“Baiklah.”

Akupun masuk. Didalam, aku melihat seseorang sedang membelakangiku dengan kursi yang senderannya tingga sehingga aku tak bisa melihatnya.

“Jadi, apa kau sudah tahu apa yang terjadi dengan keadaan psikologisku?” tanyaku sembari duduk.
“Menurutku kau sedang mengalami trauma berat.” Jawabnya
“Apa kau tahu mengapa?” tanyaku lagi.
“Mungkin itu karena kakakmu?” Jawabnya sedikit ragu.
“Mengapa kau bisa tahu tentang itu?” Aku kaget
“Karena … Akulah kakakmu!” Ucapnya sembari berbalik. PETER!
“Pe-Peter?” Aku gagap karena kaget
“Akulah yang telah membunuh ibumu!”
“Akulah yang telah membunuh kakakmu!
“Akulah yang telah membunuh Smith!”
“Dan akulah yang telah membuat skenario ini!”
“Akulah yang telah membuat semua teror ini!”

“AAA!!!”

***

Hal terakhir yang aku ingat adalah aku menjadi salah satu pasien RSJ karena gangguan mental dan psikologis yang aku alami. Tapi semua siksaan psikologis yang diberikan kak Peter sangat menyiksaku. Mungkin inilah siksaan tersadis yag pernah aku temukan dan rasakan. Melebihi rasa dari siksaan fisik. Mungkin aku hanya akan menjadi seorang pasien RSJ dalam sisa hidupku. Sementara kak Peter menjadi psikiater ku di RSJ itu. padahal aku sudah bilang dia adalah pembunuh, namun tak ada yang percaya denganku karena menganggap aku gila.

--The End--

Pages