ada yg pengen tahu lanjutan dari cerpen 3 A.M. ? sayang
masih bakal lama jadinya hehe… NAH,
sambil nunggu, saya bikin short story dari cerpen 3 A.M. ini dengan judul “The
Killer Instinct” cerita ini merupakan side story dari seri “Asylum Madness”.
selamat membaca!!!
3 A.M. : The Killer Instinct
Ah, aku
pikir ini akan menjadi hari yg tenang untukku sebagai pasien RSJ Popsomp hill
ini untuk bisa beristirahat tenang di hari terakhirku disini. Ya aku sudah
dinyatakan boleh pulang tapi para dokter tersebut mengatakan harus melakukan
diagnosa terakhir padaku.
Ya sekarang aku berada di ruang
diagnosa. Ya, bersiap untuk wawancara terakhir dengan seorang psikiater. Dia
merupakan psikiater yg sangat dekat denganku. Ya cukup dekat, mungkin itulah
mengapa dia yg dipilih sebagai pewawancaraku.
Pertanyaan mulai terlontar dari
mulutnya.
“apa kau akan menolong seseorang
bila mereka butuh bantuan? Dan disitu hanya ada kamu?” Dia bertanya
“tentu aku akan menolongnya” menolongnya? Cih, sudi sekali aku menolong
orang itu. Mengapa aku bilang akan menolongnya? Agar psikiater itu tidak
mengenali kesalahan dalam pemikiranku tentu saja. Kesalahan? Itulah yg kalian
pikirkan, menurutku itu tak salah sama sekali. Akan kubunuh kalia setelah
keluar dari sini.
Pertanyaan selanjutnya sebenarnya
tidak terlalu penting, namun lama lama pertanyaannya makin menyebalkan.
Berkali-kali aku marah didalam hatiku, namun tidak dalam aktingku. Aku tidak
boleh terlihat marah disaat aku tak boleh marah. Jika memang aku harus marah,
aku akan marah. Sebenarnya aku ingin meluapkan segala kekesalanku ini hingga
psikiater itu mengeluarkan sebuah benda.
“ini garpu” aku sudah tahu akan
hal itu. “apa yg akan kau lakukan?” tanyanya.
Garpu ya? Hmmm, yg aku ingat
adalah aku hanya memejamkan mataku, dan aku pun mengatakan dan membayangkan
segala hal yg aku pikirkan. Garpu… dalam imajinasiku, aku hanya menusukan garpu
itu ke mata seseorang dan mencoba mencongkel matanya hingga keluar, meskipun
tak sampai memutuskan saraf matanya, teriakan minta ampunnya sudah cukup
membuatku puas. Ya teriakannya seperti orang yg lemah. Sepertinya caraku
mencongkel matanya secara perlahan membuat banyak darah keluar dari lubang
matanya dan sarafnya yg tak lepas membuat matanya teruntai-untai diwajahnya. Merah darah yg kental itu
benar-benar ingin aku kumpulkan dan aku berikan pada psikiater itu. Ohya, aku
juga sedikit menguliti tangan kanannya dan dia beberapa kali melawan. Ya, dia
sudah ku ikat kesebuah tiang kayu penuh dengan lumut. Kau ingin tahu mengapa?
Sebelum aku memberitahu kenapa, aku akan dengan senang hati membelah pen*s
milik pria itu tanpa memisahkannya dengan tubuhnya. Tentunya kulakukan secara perlahan
untuk menikmati sensasi dimana dia benar-benar merasa kesakitan, sangat
kesakitan. Dan untuk tiang kayu berlumut itu akan kubakar. Bakar? Tentu saja,
meskipun akan lebih sulit untuk dibakar, pembakarannya akan lebih bertahan lama
hingga lelaki itu merasakan panas yg amat sangat sebelum dia benar-benar hangus
terbakar.
Tidak sampai disitu saja
imajinasiku, kali ini ada seorang wanita cantik berdiri tepat didepan mataku.
Ya sangaaat cantik. Kami semakin lama semakin mendekat. Bibir kamipun sangat
dekat, namun sayang. Aku sama sekali tak tertarik terhadap tubuhnya yg indah.
Yg aku tahu, saat dia mencoba menciumku, aku langsung menggigit bibir bagian
bawahnya, dan lalu dengan perlahan aku tarik gigitan itu secara horizontal dan
merobek bibirnya hingga gigi dan gusi bagian rahang bawahnya benar-benar
terlihat dan darahpun keluar meskipun tak begitu banyak. Diapun berteriak
kesakitan begitu keras. Haha, aku sangat suka suaranya saat dia berteriak
kesakitan dengan tanpa bibir bawahnya. Nah, disaat dia berteriak kesakitan, aku
langsung menggigit telinganya dan merobeknya juga hingga mengeluarkan suara
khas tulang rawan yg patah. Diapun makin kesakitan… bayangkan saja, kita dijewer
saja sudah sangat sakit. Apa lagi bila telinga kita dirobek. Namun aku
sebenarnya tak merasakan apapun saat merobek telinganya. Ya aku tak memiliki
perasaan.
Sebenarnya aku ingin
mengakhirinya. Mengakhirinya? Tentu saja belum, melihat tubuhnya saja, aku
masih ingin melakukan sesuatu padanya. Entah mengapa, aku ternyata sedang
menggenggam pisau. Ya, ini imajinasiku, aku yg mengendalikan hal ini. Apa kau
ingin tahu apa yg aku lakukan selanjutnya? Secara perlahan, aku menguliti dan
membelah payudara wanita itu dari puting hingga terbelah dua hingga urat-urat
otot payudaranya pun terlihat. Dia benar-benar berteriak kesakitan. Untung dia
tak langsung mati, jadi aku masih bisa melihat ekspresi ketakutan dan
kesakitannya. Wow, dia benar-benar merangsangku untuk menyiksanya lagi. Tapi
sepertinya dia kelihatan pasrah. Sudah tak asik untuk aku siksa lagi. Hal
terakhir yg kulakukan padanya adalah aku membalikan tubuhnya, dan aku kali ini
mengikatnya kepada sebuah tali di tangan dan kakinya. Dengan begitu aku akan
dengan pelan, kali ini aku akan benar-benar menghayati saat dimana aku memotong
tubuh wanita ini dari selangkangan hingga kepala. Wow, rasanya benar-benar
menyenangkan saat wanita itu berteriak kesakitan karena dia tidak langsung
mati. Ya, pusat sarafnya tidak langsung mati yaitu otak hingga membuat siapapun
yg disiksa seperti ini akan sangat kesakitan saat mendekati ajalnya…
Setelah wanita itu mati, aku
langsung menghentikan imajinasiku dan kulihat aku sudah berada di lorong A2 RSJ
Popsomp Hill ini… aku melihat kamera memfokuskan lensanya padaku, pada saat itu
aku sadar ada seorang penjaga di dekatku. Sepertinya dia akan kujadikan bahan
percobaan bagi imajinasiku selanjutnya…
--The End--