Selasa, 13 Januari 2015

3 A.M. : The Killer Instinct



ada yg pengen tahu lanjutan dari cerpen 3 A.M. ? sayang masih bakal lama jadinya hehe…  NAH, sambil nunggu, saya bikin short story dari cerpen 3 A.M. ini dengan judul “The Killer Instinct” cerita ini merupakan side story dari seri “Asylum Madness”. selamat membaca!!!
                3 A.M. : The Killer Instinct
                Ah, aku pikir ini akan menjadi hari yg tenang untukku sebagai pasien RSJ Popsomp hill ini untuk bisa beristirahat tenang di hari terakhirku disini. Ya aku sudah dinyatakan boleh pulang tapi para dokter tersebut mengatakan harus melakukan diagnosa terakhir padaku.
Ya sekarang aku berada di ruang diagnosa. Ya, bersiap untuk wawancara terakhir dengan seorang psikiater. Dia merupakan psikiater yg sangat dekat denganku. Ya cukup dekat, mungkin itulah mengapa dia yg dipilih sebagai pewawancaraku.
Pertanyaan mulai terlontar dari mulutnya.
“apa kau akan menolong seseorang bila mereka butuh bantuan? Dan disitu hanya ada kamu?”  Dia bertanya
 “tentu aku akan menolongnya”  menolongnya? Cih, sudi sekali aku menolong orang itu. Mengapa aku bilang akan menolongnya? Agar psikiater itu tidak mengenali kesalahan dalam pemikiranku tentu saja. Kesalahan? Itulah yg kalian pikirkan, menurutku itu tak salah sama sekali. Akan kubunuh kalia setelah keluar dari sini.
Pertanyaan selanjutnya sebenarnya tidak terlalu penting, namun lama lama pertanyaannya makin menyebalkan. Berkali-kali aku marah didalam hatiku, namun tidak dalam aktingku. Aku tidak boleh terlihat marah disaat aku tak boleh marah. Jika memang aku harus marah, aku akan marah. Sebenarnya aku ingin meluapkan segala kekesalanku ini hingga psikiater itu mengeluarkan sebuah benda.
“ini garpu” aku sudah tahu akan hal itu. “apa yg akan kau lakukan?” tanyanya.
Garpu ya? Hmmm, yg aku ingat adalah aku hanya memejamkan mataku, dan aku pun mengatakan dan membayangkan segala hal yg aku pikirkan. Garpu… dalam imajinasiku, aku hanya menusukan garpu itu ke mata seseorang dan mencoba mencongkel matanya hingga keluar, meskipun tak sampai memutuskan saraf matanya, teriakan minta ampunnya sudah cukup membuatku puas. Ya teriakannya seperti orang yg lemah. Sepertinya caraku mencongkel matanya secara perlahan membuat banyak darah keluar dari lubang matanya dan sarafnya yg tak lepas membuat matanya teruntai-untai diwajahnya. Merah darah yg kental itu benar-benar ingin aku kumpulkan dan aku berikan pada psikiater itu. Ohya, aku juga sedikit menguliti tangan kanannya dan dia beberapa kali melawan. Ya, dia sudah ku ikat kesebuah tiang kayu penuh dengan lumut. Kau ingin tahu mengapa? Sebelum aku memberitahu kenapa, aku akan dengan senang hati membelah pen*s milik pria itu tanpa memisahkannya dengan tubuhnya. Tentunya kulakukan secara perlahan untuk menikmati sensasi dimana dia benar-benar merasa kesakitan, sangat kesakitan. Dan untuk tiang kayu berlumut itu akan kubakar. Bakar? Tentu saja, meskipun akan lebih sulit untuk dibakar, pembakarannya akan lebih bertahan lama hingga lelaki itu merasakan panas yg amat sangat sebelum dia benar-benar hangus terbakar.
Tidak sampai disitu saja imajinasiku, kali ini ada seorang wanita cantik berdiri tepat didepan mataku. Ya sangaaat cantik. Kami semakin lama semakin mendekat. Bibir kamipun sangat dekat, namun sayang. Aku sama sekali tak tertarik terhadap tubuhnya yg indah. Yg aku tahu, saat dia mencoba menciumku, aku langsung menggigit bibir bagian bawahnya, dan lalu dengan perlahan aku tarik gigitan itu secara horizontal dan merobek bibirnya hingga gigi dan gusi bagian rahang bawahnya benar-benar terlihat dan darahpun keluar meskipun tak begitu banyak. Diapun berteriak kesakitan begitu keras. Haha, aku sangat suka suaranya saat dia berteriak kesakitan dengan tanpa bibir bawahnya. Nah, disaat dia berteriak kesakitan, aku langsung menggigit telinganya dan merobeknya juga hingga mengeluarkan suara khas tulang rawan yg patah. Diapun makin kesakitan… bayangkan saja, kita dijewer saja sudah sangat sakit. Apa lagi bila telinga kita dirobek. Namun aku sebenarnya tak merasakan apapun saat merobek telinganya. Ya aku tak memiliki perasaan.
Sebenarnya aku ingin mengakhirinya. Mengakhirinya? Tentu saja belum, melihat tubuhnya saja, aku masih ingin melakukan sesuatu padanya. Entah mengapa, aku ternyata sedang menggenggam pisau. Ya, ini imajinasiku, aku yg mengendalikan hal ini. Apa kau ingin tahu apa yg aku lakukan selanjutnya? Secara perlahan, aku menguliti dan membelah payudara wanita itu dari puting hingga terbelah dua hingga urat-urat otot payudaranya pun terlihat. Dia benar-benar berteriak kesakitan. Untung dia tak langsung mati, jadi aku masih bisa melihat ekspresi ketakutan dan kesakitannya. Wow, dia benar-benar merangsangku untuk menyiksanya lagi. Tapi sepertinya dia kelihatan pasrah. Sudah tak asik untuk aku siksa lagi. Hal terakhir yg kulakukan padanya adalah aku membalikan tubuhnya, dan aku kali ini mengikatnya kepada sebuah tali di tangan dan kakinya. Dengan begitu aku akan dengan pelan, kali ini aku akan benar-benar menghayati saat dimana aku memotong tubuh wanita ini dari selangkangan hingga kepala. Wow, rasanya benar-benar menyenangkan saat wanita itu berteriak kesakitan karena dia tidak langsung mati. Ya, pusat sarafnya tidak langsung mati yaitu otak hingga membuat siapapun yg disiksa seperti ini akan sangat kesakitan saat mendekati ajalnya…
Setelah wanita itu mati, aku langsung menghentikan imajinasiku dan kulihat aku sudah berada di lorong A2 RSJ Popsomp Hill ini… aku melihat kamera memfokuskan lensanya padaku, pada saat itu aku sadar ada seorang penjaga di dekatku. Sepertinya dia akan kujadikan bahan percobaan bagi imajinasiku selanjutnya…
--The End--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages