part 2 "POIROT"
Segera aku mengambil jaket, memakai celana jeans
dan sandal hitam. Bukan saatnya memperhatikan penampilan. Aku segera turun dari
tangga dengan tertatih-tatih karena masih merapikan celana jeansku.
“Aku mau pergi ada urusan. Mungkin pulang pagi.”
Aku berteriak kepada adikku.
Adik perempuanku yang masih menonton televisi
melongok dari balik sofa. Dia mengenakan celana pendek hotpant dan kaos ketat.
Kalau pergi dia selalu bergaya ala perempuan, tapi begitu dirumah gayanya
langsung seperti preman pasar.
“Mau ke mana nih?”
“Aku ada urusan sebentar. Jaga rumah.” kataku.
“Mo pulang pagi? Hati-hati ya? Apa kau tahu sesuatu
yang aneh tentang papa mama?”
“Ada apa memang.” Kataku sambil mencari helm dan
tas kecil.
“Aku curiga mereka menyembunyikan sesuatu. Maksudku
ada yang aneh dengan mereka akhir-akhir ini. Seperti ada sesuatu yang penting.
Dahhh..” Katanya melambaikan tangan.
“Perasaanmu kali.” jawabku.
“Kak, pernahkah kakak memikirkan bahwa kita bukan
anak kandung.” Aku terkejut dibuatnya, tidak biasanya adikku melontarkan
pertanyaan seperti ini.
“Apa.. Tentu saja kita anak kandung.” aku agak
takut dan mendekatinya.
“Pernahkah kakak berfikir bahwa kita bukan
manusia.” kata adikku sambil menonton TV.
“hah!? Kamu habis nonton film apa sih. Jelas kita
ini manusia.” aku mendekatinya dan mengambil keripik kentang dari bungkus di
tangannya. “kalau kamu sih bukan manusia tapi monster.”
“Jangan ambil snackku.” dia memukul tanganku dan
kemudian mengusirku.
Aku sekarang sudah memakai helm. Aku menaiki skuter
kuning kesayanganku, skuter antik yang kudapat dari hadiah memenangkan lomba
beberapa saat yang lalu. Aku menghidupkan skuter itu dan segera melaju pergi
dari rumah. Segera pergi menembus kegelapan malam.
Malam ini orangtuaku pergi, entah ke mana mereka
pergi. Belakangan mereka sering terburu-buru, aku juga pernah mendapati kertas
bertuliskan 'confidential' di meja. Entahlah, tapi sepertinya mereka
mengerjakan sesuatu yang penting, untung bagiku, aku tak perlu repot-repot
menjelaskan kepergianku pada mereka.
Perlahan lampu-lampu kota melewatiku seperti
bintang-bintang terang di atas kepala. Mobil-mobil menghidupkan lampunya datang
dan pergi untuk urusannya sendiri. Jakarta, ketika malam tiba, kota seakan
membuka topengnya. Membuka wajah yang ketika siang ditutupi coreng moreng
topeng. Seakan ada parfum khusus di udara malam yang dingin. Parfum yang dingin
dan jahat, sekaligus sangat menggoda.
Sayangnya sekolah adalah tempat yang tidak berubah
menjadi menggoda ketika malam. Malah lebih mirip kuburan tempat pocong atau
setan bergentayangan. Bagunan-bagunan yang masih bernuansa gelap walau lampu
neon terang membanjiri. Aku mendekati pagar, ada sebuah surat di sana. Surat
yang langsung kukenali karena bau parfum menyengat, bau eksotis yang tajam.
Suara anjing menggonggong, seseorang mendekat dari
balik pagar. Seorang pria tua berjalan agak pincang. Di tangannya sebuah kalung
mengikat anjing buldog hitam. Dia adalah penjaga sekolah kami pak Gogon.
Matanya buta sebelah dengan luka tajam di bagian leher, banyak spekulasi
berkembang mengenai dari mana dia mendapatkan luka itu. Yang pasti luka itu
jelas-jelas dari benda tajam.
“Hei, mau apa kau?” kata pak Gogon.
“maaf pak, saya hanya mengambil sesuatu yang
ketinggalan.” kataku.
Mata kiri pak Gogon memandang ke arah tanganku
“Jadi surat itu, bah!”
“Tunggu, bapak tahu siapa yang meletakkan surat
ini?” tanyaku.
“Tentu saja, aku tidak akan melupakannya. Cewek
berbaju merah cewek yang menarik. Cewek misterius, tak takut dia dengan
penampilanku. Umurnya mungkin tak jauh dari umurmu. Aku melihatnya tadi sore
meletakkan surat itu, katanya 'seseorang yang spesial akan mengambilnya'” Gogon
mendengus.
Aku membuka surat itu dan mulai membaca di bawah
lampu neon di gerbang sekolah. Di dalamnya ada sebuah surat pink. Dia mulai
menulis..
Dear Poirot.
Setelah Holmes sekarang Poirot. Rasanya dia cukup
banyak membaca.
…
Dear Poirot
I am in a grave trouble, I have lost something dear
to me, a pickpocket have been stole something so precious in front of this
gate, where should I go mister Poirot? Who should I call?
If you ask me, what the theft look like. You shall
met me, but beware from the troll that ask for penny. Take a left turn so you
don't met. Because its only can be played by four. The game we can't play. I'm
the dealer and you the player.
You may ask the gentleman that rule a kingdom. One
of the four brothers. He's 13, but count as same as his wife and his knave.
Enter, and he will provide you with necessity. He in the middle, circled with
red robe. Follow where he faced.
I'd like to met you there. You will find me where
you need not to hit. My number is Ace.
…
Apa
maksud dari surat tersebut? Kita akan mengetahui lebih jauh di part
selanjutnya yg berjudul "KINDAGAWA"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar